Candi Borobudur




Candi Borobudur

Borobudur adalah nama sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah barat daya Semarang dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra.

Nama Borobudur

Banyak teori yang berusaha menjelaskan nama candi ini. Salah satunya menyatakan bahwa nama ini kemungkinan berasal dari kata Sambharabhudhara, yaitu artinya “gunung” (bhudara) di mana di lereng-lerengnya terletak teras-teras. Selain itu terdapat beberapa etimologi rakyat lainnya. Misalkan kata borobudurborobudur. Penjelasan lain ialah bahwa nama ini berasal dari dua kata “bara” dan “beduhur”. Kata bara konon berasal dari kata vihara, sementara ada pula penjelasan lain di mana bara berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya kompleks candi atau biara dan beduhur artinya ialah “tinggi”, atau mengingatkan dalam bahasa Bali yang berarti “di atas”. Jadi maksudnya ialah sebuah biara atau asrama yang berada di tanah tinggi. berasal dari ucapan “para Buddha” yang karena pergeseran bunyi menjadi

Sejarawan J.G. de Casparis dalam disertasinya untuk mendapatkan gelar doktor pada 1950 berpendapat bahwa Borobudur adalah tempat pemujaan. Berdasarkan prasasti Karangtengah dan Kahulunan, Casparis memperkirakan, pendiri Borobudur adalah raja dari dinasti Syailendra bernama Samaratungga sekitar 824 M. Bangunan raksasa itu baru dapat diselesaikan pada masa putrinya, Ratu Pramudawardhani. Pembangunan Borobudur diperkirakan memakan waktu setengah abad.

Struktur Borobudur

Candi Borobudur berbentuk punden berundak, yang terdiri dari enam tingkat berbentuk bujur sangkar, tiga tingkat berbentuk bundar melingkar dan sebuah stupa utama sebagai puncaknya. Selain itu tersebar di semua tingkat-tingkatannya beberapa stupa.

Borobudur yang bertingkat sepuluh menggambarkan secara jelas filsafat mazhab Mahayana. bagaikan sebuah kitab, Borobudur menggambarkan sepuluh tingkatan Bodhisattva yang harus dilalui untuk mencapai kesempurnaan menjadi Buddha.

Bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia yang masih dikuasai oleh kama atau “nafsu rendah”. Bagian ini sebagian besar tertutup oleh tumpukan batu yang diduga dibuat untuk memperkuat konstruksi candi. Pada bagian yang tertutup struktur tambahan ini terdapat 120 panel cerita Kammawibhangga. Sebagian kecil struktur tambahan itu disisihkan sehingga orang masih dapat melihat relief pada bagian ini.

Empat lantai dengan dinding berelief di atasnya oleh para ahli dinamakan Rupadhatu. Lantainya berbentuk persegi. Rupadhatu adalah dunia yang sudah dapat membebaskan diri dari nafsu, tetapi masih terikat oleh rupa dan bentuk. Tingkatan ini melambangkan alam antara yakni, antara alam bawah dan alam atas. Pada bagian Rupadhatu ini patung-patung Buddha terdapat pada ceruk-ceruk dinding di atas ballustrade atau selasar.

Mulai lantai kelima hingga ketujuh dindingnya tidak berelief. Tingkatan ini dinamakan Arupadhatu (yang berarti tidak berupa atau tidak berwujud). Denah lantai berbentuk lingkaran. Tingkatan ini melambangkan alam atas, di mana manusia sudah bebas dari segala keinginan dan ikatan bentuk dan rupa, namun belum mencapai nirwana. Patung-patung Buddha ditempatkan di dalam stupa yang ditutup berlubang-lubang seperti dalam kurungan. Dari luar patung-patung itu masih tampak samar-samar.

Tingkatan tertinggi yang menggambarkan ketiadaan wujud dilambangkan berupa stupa yang terbesar dan tertinggi. Stupa digambarkan polos tanpa lubang-lubang. Di dalam stupa terbesar ini, diduga dulu ada sebuah patung penggambaran Adibuddha. Patung yang diduga berasal dari stupa terbesar ini kini diletakkan dalam sebuah museum arkeologi, beberapa ratus meter dari candi Borobudur. Patung ini dikenal dengan nama unfinished Buddha.

Di masa lalu, beberapa patung Buddha bersama dengan 30 batu dengan relief, dua patung singa, beberapa batu berbentuk kala, tangga dan gerbang dikirimkan kepada Raja Thailand, Chulalongkorn yang mengunjungi Hindia Belanda (kini Indonesia) pada tahun 1896 sebagai hadiah dari pemerintah Hindia Belanda ketika itu.

Borobudur tidak memiliki ruang-ruang pemujaan seperti candi-candi lain. Yang ada ialah lorong-lorong panjang yang merupakan jalan sempit. Lorong-lorong dibatasi dinding mengelilingi candi tingkat demi tingkat. Di lorong-lorong inilah umat Buddha diperkirakan melakukan upacara berjalan kaki mengelilingi candi ke arah kanan. Bentuk bangunan tanpa ruangan dan struktur bertingkat-tingkat ini diduga merupakan perkembangan dari bentuk punden berundak, yang merupakan bentuk arsitektur asli dari masa prasejarah Indonesia.
Struktur Borobudur bila dilihat dari atas membentuk struktur mandala

Relief

Di setiap tingkatan dipahat relief-relief pada dinding candi. Relief-relief ini dibaca sesuai arah jarum jam atau disebut mapradaksina dalam bahasa Jawa Kuna yang berasal dari bahasa Sansekerta daksina yang artinya ialah timur. Relief-relief ini bermacam-macam isi ceritanya, antara lain ada relief-relief tentang wiracaritaRamayana. Ada pula relief-relief cerita j?taka.

Pembacaan cerita-cerita relief ini senantiasa dimulai, dan berakhir pada pintu gerbang sisi timur disetiap tingkatnya, mulainya disebelah kiri dan berakhir disebelah kanan pintu gerbang itu. Maka secara nyata bahwa sebelah timur adalah tangga naik yang sesungguhnya (utama) dan menuju puncak candi, artinya bahwa candi menghadap ke timur meskipun sisi-sisi lainnya serupa benar.
Tahapan pembangunan Borobudur

* Tahap pertama

Masa pembangunan Borobudur tidak diketahui pasti (diperkirakan antara 750 dan 850 M). Pada awalnya dibangun tata susun bertingkat. Sepertinya dirancang sebagai piramida berundak. tetapi kemudian diubah. Sebagai bukti ada tata susun yang dibongkar.

* Tahap kedua

Pondasi Borobudur diperlebar, ditambah dengan dua undak persegi dan satu undak lingkaran yang langsung diberikan stupa induk besar.

* Tahap ketiga

Undak atas lingkaran dengan stupa induk besar dibongkar dan dihilangkan dan diganti tiga undak lingkaran. Stupa-stupa dibangun pada puncak undak-undak ini dengan satu stupa besar di tengahnya.

* Tahap keempat

Ada perubahan kecil seperti pembuatan relief perubahan tangga dan lengkung atas pintu.
Penemuan dan pemugaran Borobudur
Sir Thomas Stamford Raffles, Gubernur Jenderal Britania Raya di Jawa, mendengar adanya penemuan benda purbakala di desa Borobudur. Raffles memerintahkan H.C. Cornelius untuk menyelidiki lokasi penemuan, berupa bukit yang dipenuhi semak belukar.

* 1873 – monografi pertama tentang candi diterbitkan.

* 1900 – pemerintahan Hindia Belanda menetapkan sebuah panitia pemugaran dan perawatan candi Borobudur.

* 1907 – Theodoor van Erp memimpin pemugaran hingga tahun 1911.

* 1926 – Borobudur dipugar kembali, tapi terhenti pada tahun 1940 akibat krisis malaise dan Perang Dunia II.

* 1956 – pemerintah Indonesia meminta bantuan UNESCO. Prof. Dr. C. Coremans datang ke Indonesia dari Belgia untuk meneliti sebab-sebab kerusakan Borobudur.

* 1963 – pemerintah Indonesia mengeluarkan surat keputusan untuk memugar Borobudur, tapi berantakan setelah terjadi peristiwa G-30-S.

* 1968 – pada konferensi-15 di Perancis, UNESCO setuju untuk memberi bantuan untuk menyelamatkan Borobudur.

* 1971 – pemerintah Indonesia membentuk badan pemugaran Borobudur yang diketuai Prof.Ir.Roosseno.
* 1972 – International Consultative Committee dibentuk dengan melibatkan berbagai negara dan Roosseno sebagai ketuanya. Komite yang disponsori UNESCO menyediakan 5 juta dolar Amerika Serikat dari biaya pemugaran 7.750 juta dolar Amerika Serikat. Sisanya ditanggung Indonesia.

* 10 Agustus 1973 – Presiden Soeharto meresmikan dimulainya pemugaran Borobudur; pemugaran selesai pada tahun 1984

* 21 Januari 1985 – terjadi serangan bom yang merusakkan beberapa stupa pada candi Borobudur yang kemudian segera diperbaiki kembali.

* 1991 – Borobudur ditetapkan sebagai Warisan Dunia UNESCO.

Sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia, Candi Borobudur dibangun dengan menggunakan +/- 55.000 m3 batu. Tinggi bangunan ini sampai kepuncak adalah 42m, dengan lebar dasar 123 m. Tegak dan kokoh menjulang keangkasa dan merupakan bagian dari sejarah yang telah berumur 12 abad. Kapan pastinya candi ini didirikan tidak diketahui dengan pasti. Tidak adanya bukti-bukti tertulis menyebabkan Borobudur penuh kegelapan. Penentuan umur dilakukan dengan memperhatikan dasar corak bangunan candi dan ukir-ukirannya yang menunjukkan corak Jawa tengah abad 8 masehi.

Sejak dibangun pada abad ke 8, sejarah borobudur timbul tenggelam. Setelah selesai dibangun, borobudur menjadi pusat penelitian dan pemngembangan agama budha. Para pemeluk agama ini, mengunjungi Borobudur untuk mempelajari agama budha. Seluruh rangkaian relief borobudur berisi ajaran-ajaran agama budha. Pada jaman itu bangunan borobudur menjadi pusat perhatian dan dipuja sebagai bangunan yang suci.

Namun itu tidak berlangsung lama. Bersamaan dengan surutnya agama budha, borobudur ditinggal para pemeluknya. Setelah dinasti Cailendra (Caila=gunung, Indra=raja) lenyap, borobudur tak ada kabar beritanya. Berabad-abad borobudur tertutup kegelapan. Tidak ada tulisan ataupun berita tentang borobudur.

Arsitektur candi Borobudur memang sangat menarik, terdiri dari tiga bagian utama yakni kaki, badan dan kepala candi. Pada dinding-dinding borobudur terpahat relief-relief. Relief merupakan rangkaian cerita yang dilukiskan dalam satu bingkai (panel) untuk satu adegan. Terdapat ribuan bingkai pada candi ini ditambah dengan ratusan patung budha yang terdapat dalam stupa-stupa maupun relung-relung yang ada pada bagian dinding candi.


JENIS TANAMAN PANGAN PADA RELIEF CANDI BOROBUDUR

Posted in March 4th, 2008

by admin in Hasil Studi/Kajian

Jenis tanaman pangan yang terdapat pada relief Candi Borobudur terdiri dari dua jenis tanaman yaitu tanaman pertanian basah dan tanaman pertanian kering. Jenis tanaman pertanian basah yaitu tanaman padi, sedangkan jenis tanaman pertanian kering terdiri dari nangka, sukun, pisang, mangga, tebu, jagung, aren, dan jagung.

Relief tanaman pangan yang dimaksud adalah tanaman pangan yang dikomsumsi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik dimakan maupun diminum. Masyarakat Jawa Kuno khususnya masyarakat pendukung Candi Borobudur telah mempunyai kemampuan membudidayaan tanaman pangan. Hal ini ditunjang oleh data pada relief Candi Borobudur yang menggambarkan berbagai jenis tanaman pangan. Selain itu terdapat dua relief yang sedang melakukan aktivitas pertanian membajak dan membawa hasil panen. Petunjuk ini membuktikan bahwa masyarakat pendukung Candi Borobudur telah mengenal pertanian persawahan.

Berdasarkan tinjauan etnografis, diperoleh gambaran mengenai sistem pertanian basah dan kering yang terdiri dari beberapa tahap yaitu teknik pengolahan tanah, tahap penanaman dan pemeliharaan, tahap memanen dan mengolah hasil panen, dan upacara ritual untuk menunjang keberhasilan dari pertanian tersebut. Dari tinjauan etnografis tersebut diperoleh garis kesinambungan bahwa sistem pertanian baik secara basah maupun kering telah dilakukan oleh masyarakat Jawa Kuno, khususnya masyarakat pendukung Candi Borobudur, dan berkelanjutan sampai pada masyarakat sekarang ini. Berdasarkan hal tersebut jenis tanaman pangan pada relief Candi Borobudur memberikan gambaran mengenai lingkungan di sekitar Borobudur.

Studi Arkeologi
Tim Studi : Wiwit Kasiyati, S.S, Drs. Muhammad Taufik, Ni Wayan Herawathi, S.S, Suparno, Suparjiono 2000 Balai Konservasi Peninggalan Borobudur

FASILITAS

Posted in March 4th, 2008

Balai Konservasi Peninggalan Borobudur memiliki beberapa falisitas, anta lain :

Perpustakaan

Perpustakaan Balai Konservasi Peninggalan Borobudur memiliki koleksi kurang lebih 4.283 buku yang terdiri dari 1.287 judul buku dan 4.084 buku koleksi arsip Proyek Pemugaran Candi Borobudur. Buku-buku koleksi perpustakaan tersebut mengupas tentang Borobudur yang meliputi kajian tentang sejarah, arkeologi, arsitektur, konservasi, geologi dan fotografi. Selain itu terdapat juga koleksi buku-buku ilmu murni meliputi Fisika, Biologi dan Kimia. Sesuai dengan tugas dan fungsinya melakukan penelitian, di perpustakaan ini terdapat buku hasil penelitian/studi serta skripsi hasil penelitian mahasiswa dari perguruan tinggi negeri maupun swasta.

Laboratorium Kimia

Laboratorium kimia bertugas melaksanakan analisis sampel yang berkaitan dengan konservasi benda cagar budaya. Analisis yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui komposisi kimia sampel padat dan kadar senyawa kimia dalam air/larutan. Sampel yang dapat dianalisis meliputi batu, bata, tanah, logam, keramik, kayu, endapan garam, dan material bcb lainnya. Selain itu juga sampel air yang meliputi air tanah, air hujan, air sumur, dan air buangan pencucian. Analisis sampel padat dilakukan dengan analisis proksimat melalui proses destruksi thermal pada 900oC dilanjutkan dengan pelarutan menggunakan HCl encer. Parameter yang dapat dianalisis meliputi kadar silika, kalsium, aluminium, magnesium, besi, tembaga, timbal, seng, natrium, sulfat, klorida, karbonat, kandungan organik, nitrogen/protein dan beberapa parameter lainnya.

Parameter analisis lain yaitu kualitas air yang meliputi pH, kondiktivitas (daya hantar listrik), turbiditas (kekeruhan), nilai permanganat, COD, asiditas/ alkalinitas, kesadahan, padatan, kandungan kation dan anion, dan lain-lain. Analisis yang dilakukan menggunakan metode gravimetri, titrimetri, spektrofotometri, dan instrumental lain. Peralatan yang dimiliki adalah instrumentasi laboratorium yang meliputi spektrofotometer, flamefotometer, pH-meter, turbiditymeter, dan conductivitymeter. Selain itu juga peralatan analisis lain meliputi mikroburet, mikrokjehldahl apparatus, dan neraca analitis (ketelitian 0,0000 g). Peralatan penunjang lain meliputi Muffle furnace, hot plate-stirrrer, auto-shaker, centrufuge, lemari asam, heater, oven, krusibel platina, dan berbagai perangkat alat analisis dari gelas. Sarana yang ada meliputi ruang analisis, ruang administrasi dan gudang penyimpanan bahan kimia.

Laboratorium Mikrobiologi

Laboratorium ini dikhususkan untuk melakukan penelitian dan upaya penanganan kerusakan bcb yang disebabkan oleh faktor biologis, baik bcb yang berbahan batu, bata, dan kayu. Kerusakan bcb yang disebabkan oleh faktor biologis antara lain oleh lumut, algae, lichen, jamur, dan bakteri. Upaya penanganan kerusakan meliputi membasmi jasad yang sudah tumbuh dan mencegah pertumbuhan kembali organisme perusak

Penelitian yang dilakukan antara lain : meneliti karakter kerusakan bcb yang disebabkan oleh faktor biologis, mengidentifikasi organisme perusak dengan menggunakan berbagai metode analisa, pengujian biossay untuk mencari bahan yang sekiranya dapat digunakan untuk memberantas jasad perusah tersebut, penelitian untuk mengontrol keamanan penggunaan bahan kimia dalam membasmi jasad perusak.

Laboratorium mikrobiologi dilengkapi fasilitas antara lain : ruang laboratorium, green house, mikroskop binokuler, autoclave, oven, serta peralatan lainnya.

Laboratorium Petrografi

Laboratorium Petrografi Balai Konservasi Peninggalan Borobudur bertugas untuk melakukan pengujian dan analisis sampel seperti batu, bata, plaster, tanah dan lain-lain. Sampel tersebut bisa berasal dari Candi Borobudur, benda cagar budaya dari dalam dan luar negeri dan instansi lain yang membutuhkan. Di samping itu juga melakukan pengujian bahan-bahan konservasi sebelum bahan tersebut diaplikasikan pada material benda cagar budaya seperti Candi Borobudur, baik itu bahan yang baru sama sekali atau bahan yang telah pernah dipakai sebelumnya. Berikut ini adalah uraian singkat kemampuan Laboratorium Petrografi Balai Konservasi Peninggalan Borobudur.

1). Kemampuan Analisis : Analisis sifat fisik dan petrografi

Tanah : jenis, warna, berat jenis, struktur, kadar air, permeabilitas, batas konsistensi, distribusi butiran, dan petrologi

Batu : jenis, warna, berat jenis, densitas, kandungan air, porositas, tension, tekstur, struktur, kekerasan, jenis dan komposisi mineral

Bata : warna, tekstur, struktur, kekerasan, tension, komposisi, DTA

Gerabah : warna, tekstur, struktur, kekerasan, komposisi, DTA

Keramik : warna, tekstur, struktur, kekerasan, komposisi, DTA, glazur

Plaster : warna, tekstur, struktur, kekerasan, komposisi, berat jenis, densitas, kandungan air, porositas

Pengujian konservan : warna, berat jenis, derajat kekentalan, waktu kental, waktu kering, waktu mengeras, tension, kuat geser, plastisitas, elastisitas, waktu perubahan bentuk

2) Alat yang dimiliki : Universal Testing Machine (menentukan kuat tekan, tension), Compression strengh (menentukan kuat tekan), Helium porosimeter (menentukan porositas), Analitical balance (menimbang sampel), Mikroskop binokuler (melihat tekstur sampel)

Laboratorium SEM (Scanning Electron Microscope)

1) Kemampuan Analisis : Analisis mikrostruktur

2) Alat yang dimiliki : Mikroskop elektron (menentukan mikrostruktur sampel padat), Ultra cut (memotong sampel), Gerinda (menghaluskan sampel), Ion scutter (melapisi sampel dengan carbon atau emas)

Green House

Green house merupakan salah satu sarana pelengkap untuk melakukan analisis mikrobiologi dan fisik. Dengan adanya fasilitas ruang isolasi, alat pencatat data iklim, bak penguapan, shower, dan lain-lain, dapat melakukan simulasi terhadap kondisi iklim mikro yang berbeda-beda dan membuat simulasi efek air terhadap material dengan cara membuat tetesan air buatan.

Laboratorium Lapangan

1) Percobaan kapilarisasi air pada bangunan bata, tujuan dari percobaan ini: mengetahui dampak negatif kapilarisasi air pada bangunan bata; menentukan model bangunan bata yang paling efektif untuk mengatasi pengaruh kapilarisasi air.

Model percobaan : 5 buah konstruksi bata

2) Percobaan teknik pengerjaan bahan pemugaran candi bata, tujuan dari percobaan ini: mengetahui proses dan jenis kerusakan/pelapukan yang terjadi pada tiap model miniatur bangunan bata; mengetahi efektifitas tiap teknik pengerjaan bahan pemugaran terhadap kerusakan/pelapukan bata; menentukan teknik teknik pengerjaan bahan pemugaran candi bata yang terbaik.

Model percobaan : 4 buah miniatur candi bata 3) Stasiun klimatologi Manual, tujuan : mengetahui kondisi iklim baik secara mikro maupun makroklimatologi, seperti: suhu udara, kelembapan udara, arah dan kecapatan angin, penguapan, curah hujan, dan lain-lain

4) Automatic weather System (AWS)

Fotogrammetri

Fotogrammetri adalah suatu metode pengukuran dan penggambaran dengan menggunakan foto. Perekaman data obyek dilakukan dengan foto stereo, dimana pada obyek dipasangi titik-titik kontrol yang diukur posisinya. Pengukuran/penggambaran obyek dilakukan dengan stereo flotter yang diawali dengan pemantauan formasi model sesuai dengan skala yang dikehendaki. Pada awalnya fotogrammetri digunakan untuk pemetaan, yaitu pemotretan dari udara. Oleh karena metode ini memiliki akurasi yang tinggi, maka kemudian dikembangkan keberbagai keperluan seperti arsitektur, perindustrian, medis dan lain-lain. Demikian juga peralatannya, juga berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi. Fotogrammetri yang ada di Balai Studi dan Konservasi Borobudur selain digunakan untuk kepentingan pengukuran dan penggambaran yang berkaitan dengan Candi Borobudur juga untuk benda cagar budaya lainnya yang ada di Indonesia.

Kegiatan Pelestarian

Pembersihan lumut……

Pembersihan endapan garam…..

Pembersihan dengan steam cleaner…..

Pengolesan mosonceal (water repellent)…..

BALAI KONSERVASI PENINGGALAN BOROBUDUR
Visi dan Tantangan Ke Depan

Balai Konservasi Peninggalan Borobudur merupakan UPT di lingkungan Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Berdirinya Balai Konservasi Peninggalan Borobudur tidak lepas dari Proyek Pemugaran Candi Borobudur tahun 1973 – 1983. Untuk menangani Candi Borobudur yang telah selesai dipugar memerlukan perawatan, pengamatan dan penelitian terus menerus. Oleh karena itu, maka pada tahun 1991 berdirilah Balai Studi dan Konservasi Peninggalan Borobudur. Pada tahun 2006 berdasarkan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor : PM.40/OT.001/MKP-2006 tanggal 7 September 2006 berubah namanya menjadi Balai Konservasi Peninggalan Borobudur. Sebenarnya pada awalnya merupakan bentuk lain dari Centre for Borobudur Studies. Fungsinya sebagai pusat pendidikan dan pelatihan tenaga teknis dalam bidang konservasi dan pemugaran. Beberapa fasilitas pendukung dan tenaga teknis yang menguasai bidang pelestarian, khususnya pemugaran dan konservasi, mengantarkan Balai Konservasi Peninggalan Borobudur menjadi pelaksana pelatihan tenaga teknis konservasi dan pemugaran untuk institusi tingkat nasional dan internasional. Di samping itu Balai Konservasi Peninggalan Borobudur juga membantu konservasi peninggalan sejarah dan purbakala di seluruh Indonesia, bahkan di negara Asia Tenggara.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor : PM.40/OT.001/MKP-2006 tanggal 7 September 2006, Balai Konservasi Peninggalan Borobudur mempunyai tugas pokok melaksanakan kajian di bidang konservasi, teknik sipil, arsitektur, geologi, biologi, kimia, arkeologi, dan melaksanakan pelatihan tenaga teknis konservasi serta perawatan Borobudur dan peninggalan purbakala lainnya. Untuk menyelenggarakan tugas tersebut Balai Konservasi Peninggalan Borobudur mempunyai fungsi sebagai berikut :

1. Pelaksanaan kajian bidang konservasi, teknik sipil, arsitektur, geologi,
biologi, kimia, dan arkeologi di lingkungan Candi Borobudur serta
peninggalan purbakala lainnya
2. Pelaksanaan dan pemanfaatan hasil kajian bidang konservasi, teknik sipil,
arsitektur, geologi, biologi, kimia, dan arkeologi di lingkungan Candi
Borobudur serta peninggalan purbakala lainnya
3. Pelaksanaan pelayanan dan pengembangan, serta pelatihan tenaga teknis di
bidang konservasi peninggalan purbakala
4. Pelaksanaan studi konservasi situs Borobudur, peninggalan sejarah dan
purbakala lainnya
5. Pelaksanaan perawatan, pengamanan serta pemeliharaan koleksi Candi
Borobudur
6. Pelaksanaan dokumentasi dan publikasi situs Borobudur dan peninggalan
purbakala lainnya
7. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Balai

Bertitik tolak dari Tupoksi tersebut, Balai Konservasi Peninggalan Borobudur selain mempunyai tugas merawat Candi Borobudur sebagai Warisan Dunia (World Heritage) dengan Nomor 592/1992, juga mempunyai berbagai fasilitas untuk menunjang terlaksananya Tupoksi tersebut. Balai Konservasi

Peninggalan Borobudur memiliki laboratorium kimia, mikrobiologi, fisik/petrografi, dan SEM (scaning electron microscope). Keberadaan laboratorium ini untuk mengembangkan berbagai metode konservasi dan kajian untuk konservasi baik dari batu, bata, kayu, dan lainnya. Selain itu juga untuk uji coba bahan konservasi sebagai bahan pengganti yang lebih aman, efektif dan efisien. Bahan yang telah diuji direkomendasikan untuk pelaksanaan konservasi benda cagar budaya di Indonesia. Bahkan Balai Konservasi Peninggalan Borobudur dapat membantu pelaksanaan analisis sampel dari institusi lain, mahasiswa yang sedang melaksanakan penelitian, maupun pihak swasta yang membutuhkan. Tidak hanya penelitian laboratorium saja, namun juga memiliki berbagai arsip foto, gambar, buku, dan lainnya pada masa pemugaran Candi Borobudur sampai kegiatan monitoring Candi Borobudur yang dilaksanakan secara kontinyu oleh Balai Konservasi Peninggalan Borobudur.

Balai Konservasi Peninggalan Borobudur juga melakukan kerjasama dengan melibatkan beberapa pakar dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta sebagai nara sumber dalam pelaksanaan kajian/studi bidang konservasi, teknik sipil, arsitektur, geologi, biologi, kimia, dan arkeologi di lingkungan Candi Borobudur serta peninggalan purbakala lainnya. Selain itu juga sebagai tempat pelatihan tenaga teknis konservasi dan pemugaran benda cagar budaya secara rutin melaksanakan diklat konservasi dan pemugaran.
Berjalannya organisasi atau institusi tidak terlepas dari adanya visi dan misi untuk memberikan arahan perencanaan ke depan agar dalam melaksanakan Tupoksi lebih terarah, sistematis, komprehensif, dan berorientasi pada keberhasilan program. Bertitik tolak dari Renstra Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Renstra Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, serta Tupoksi Balai Konservasi Peninggalan Borobudur, maka ditetapkan Visi dan Misi Balai Konservasi Peninggalan Borobudur 2005 – 2009, yaitu :

Visi


”Terwujudnya kelestarian Candi Borobudur sebagai Warisan Dunia dan Balai Konservasi Peninggalan Borobudur sebagai pusat kajian dan pelatihan konservasi benda cagar budaya”

Misi
Untuk tercapainya Visi tersebut maka ditetapkan Misi sebagai berikut:

1. Terwujudnya kelestarian Candi Borobudur sebagai Warisan Dunia
2. Terwujudnya Balai Konservasi Peninggalan Borobudur sebagai pusat kajian
dan pelatihan konservasi benda cagar budaya
3. Terwujudnya SDM yang profesional di bidang pelestarian benda cagar
budaya
4. Terwujudnya kerjasama dalam dan luar negeri di bidang konservasi benda
cagar budaya

Lima Pilar Utama

Mencermati Tupoksi Balai Konservasi Peninggalan Borobudur, terdapat lima pilar utama yang perlu dikembangkan untuk meningkatkan upaya pelestarian terhadap Candi Borobudur di satu sisi serta meningkatkan fungsi dan kinerja Balai Konservasi di lain sisi. Lima pilar utama tersebut sebagai berikut:

1. Kelestarian Candi Borobudur sebagai Warisan Dunia

Candi Borobudur pertama kali dipugar pada tahun 1907-1911 oleh van Erp untuk memperbaiki dan mengembalikan bagian Arupadatu dan stupa induk. Pemugaran kedua pada tahun 1973-1983 oleh pemerintah Indonesia yang dibantu dari Unesco dan negara-negara donor. Pemugaran tahap kedua adalah untuk memperbaiki dan mengembalikan bagian Rupadatu (tubuh candi). Meskipun pemugaran dinyatakan sudah selesai, tetapi masih meninggalkan pekerjaan besar yaitu pemeliharaan, perawatannya, dan pelestariannya sebagai Warisan Dunia. Candi Borobudur sebagai salah satu karya besar nenek moyang bangsa Indonesia dan sudah ditetapkan sebagai salah satu Warisan Dunia (World Heritage) tentunya memerlukan pemeliharaan, perawatan, dan upaya pelestarian secara khusus sesuai dengan standard pemeliharaan sebagai tinggalan Warisan Dunia.
Pada kenyataannya kelestarian Candi Borobudur tentunya sangat dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang dimaksud adalah aspek bahan dan aspek konstruksi bangunan candi. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi kelestarian Candi Borobudur adalah faktor lingkungan, baik yang bersifat biotis (lumut, algae, dan jasad renik lainnya) dan yang bersifat abiotis (panas matahari, hujan, kelembaban, dan sebagainya). Kedua faktor yang tersebut saling berinteraksi yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kelestarian terhadap Candi Borobudur. Lebih-lebih bangunan Candi Borobudur berada di tempat yang terbuka sehingga faktor lingkungan yang bersifat abiotis, khususnya pengaruh air hujan, sangat berpengaruh terhadap kelestarian bangunan Candi Borobudur.

Selain itu itu juga ada faktor lain yang dapat mempengaruhi kelestarian Candi Borobudur sebagai dampak negatif dari pemanfaatan sebagai obyek wisata. Pemanfaatan yang intensif sebagai obyek wisata antara lain dapat mengakibatkan tekanan pada daya dukung (carrying capasity) baik terhadap bangunan candi maupun lingkungan.
Oleh karena itu, untuk meminimalisasi kerusakan akibat faktor-faktor penyebab kerusakan dan dampak negatif dari pemanfaatan dilakukan berbagai bentuk monitoring secara kontinyu. Monitoring yang kontinyu ini juga bertujuan untuk menciptakan kondisi keterawatan (state of conservation) sesuai standard keterawatan sebagai Warisan Dunia. Monitoring rutin yang dilakukan terhadap Candi Borobudur dan lingkungannya antara lain:

• Monitoring keterawatan batu candi
• Monitoring dampak lingkungan
• Monitoring geohidrologi
• Monitoring kebocoran candi
• Monitoring stabilitas struktur candi dan bukit
• Monitoring pemanfaatan dan pengamanan candi

2. BKPB sebagai pusat studi dan kajian konservasi

Konservasi merupakan tindakan pelestarian yang dilakukan untuk memelihara dan mengawetkan benda cagar budaya dengan cara modern maupun tradisional sebagai upaya untuk menghambat kerusakan dan pelapukan lebih lanjut. Konservasi terhadap benda cagar budaya di Indonesia telah mengalami berbagai perkembangan, baik secara metode, teknik, maupun prosedur teknis. Hal ini tentunya dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain pengetahuan tentang ilmu bahan (material), pengetahuan tentang proses kerusakan (degradasi) bahan, pengetahuan tentang bahan-bahan konservan, pengetahuan tentang metode konservasi, dan sebagainya.

Selain faktor-faktor tersebut di atas, penanganan konservasi tentunya dipengaruhi oleh faktor eksternal, khususnya faktor iklim mikro setempat. Hal ini karena benda cagar budaya umumnya rentan dari pengaruh faktor iklim. Oleh karena itu masalah konservasi dapat menjadi masalah yang kompleks jika berbagai faktor sudah saling memberikan pengaruh.

Kompleksitas masalah konservasi terhadap benda cagar budaya tentunya menjadi tantangan bagi Balai Konservasi Peninggalan Borobudur untuk melakukan berbagai studi dan kajian bidang konservasi, teknik sipil, arsitektur, geologi, biologi, kimia, dan arkeologi. Studi dan kajian lintas disiplin ilmu tersebut diarahkan untuk menghasilkan metode baru yang lebih sesuai dalam hal konservasi terhadap benda cagar budaya.

Untuk mengembangkan metode konservasi tersebut maka Balai Konservasi Peninggalan Borobudur secara berkelanjutan melakukan studi dan kajian bidang konservasi, teknik sipil, arsitektur, geologi, biologi, kimia, dan arkeologi terhadap Candi Borobudur maupun peninggalan purbakala lainnya. Selain itu, metode konservasi dengan cara tradisional, khususnya pengawetan kayu dan logam, sudah dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai local genius yang diwariskan dari generasi ke generasi. Namun local genius yang merupakan bagian dari kearifan lokal yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang semakin hilang dan dilupakan. Oleh karena itu metode konservasi dengan cara tradisional perlu dinventarisir dan dikaji kembali secara ilmiah sehingga dapat dikembangkan lagi sesuai dengan kegunaan dan kemanfaatannya untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang. Di samping itu, dengan adanya perubahan iklim global yang berupa pemanasan global (global warming) tentunya menjadi tantangan bagi para konservator untuk mengembangkan metode, teknik, dan prosedur konservasi sehingga dapat meminimalisir dampak negatif akibat pemanasan global.

Untuk mendukung studi dan kajian tersebut di Balai Konservasi Peninggalan Borobudur dilengkapi dengan Laboratorium Kimia, Laboratorium Mikrobiologi, Laboratorium Petrografi, Laboratorium SEM, Laboratorium Lapangan, Green House, Fotogrametri, dan Stasiun Klimatologi. Fungsi laboratorium tersebut sangat penting sebagai sarana untuk menganalisis data hasil studi dan kajian yang membutuhkan analisis laboratorium. Untuk itu maka keberadaan dan fungsi laboratorium juga perlu dikembangkan melalui pengembangan analisis laboratorium.

Dengan adanya kegiatan-kegiatan yang strategis di bidang studi dan kajian konservasi maka diharapkan dapat menghasilkan metode-metode baru untuk penanganan konservasi benda cagar budaya, sekaligus dapat mengembalikan fungsi Balai Konservasi Peninggalan Borobudur sebagai pusat studi dan kajian konservasi benda cagar budaya yang tidak saja bertaraf nasional tetapi bertaraf internasional.

3. Pengembangan SDM yang profesional

Salah satu Tupoksi Balai Konservasi Peninggalan Borobudur adalah melaksanakan pelatihan tenaga teknis di bidang konservasi peninggalan purbakala. Ini mengandung makna bahwa tenaga teknis di bidang konservasi perlu dipersiapkan dengan berbagai bentuk pendidikan dan pelatihan sehingga menjadi tenaga konservator yang siap pakai dan profesional. Lebih-lebih tenaga konservator merupakan SDM yang memiliki posisi pokok dalam upaya pelestarian terhadap benda cagar budaya.

Seiring dengan berjalannya waktu –dan sudah tidak mungkin dihindari– adalah terjadinya pergantian generasi. SDM generasi tua yang ahli di bidang pemugaran dan konservasi yang dahulu terlibat langsung dalam proyek restorasi Candi Borobudur tahun 1973-1983 sebagian besar sudah banyak yang memasuki masa pensiun. Bahkan pada dua atau tiga tahun ke depan tenaga-tenaga ahli dari generasi tua sudah pensiun semua. Pergantian generasi ini tentunya tidak hanya terjadi di lingkungan Balai Konservasi Peninggalan Borobudur saja tetapi juga di lingkungan semua BP3. Oleh karena itu kaderisasi dan regenerasi tenaga ahli di bidang pemugaran dan konservasi merupakan program yang harus diprioritaskan. Berkaitan dengan meningkatkan profesionalitas SDM di bidang konservasi dan pemugaran maka kegiatan diklat, bintek, pemagangan, dan sebagainya perlu diprogramkan secara berkesinambungan dan berkelanjutan sehingga dihasilkan generasi baru yang ahli di bidang konservasi dan pemugaran benda cagar budaya.

Dengan adanya perubahan sistem pemerintahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi maka pemerintah daerah (provinsi, kabupaten, dan kota) sudah memiliki kewenangan melakukan upaya-upaya pelestarian terhadap benda cagar budaya yang berada di wilayah masing-masing. Pelaksanaan kewenangan di setiap provinsi, kabupaten, dan kota tentunya mengandung konsekuensi perlunya ketersediaan SDM yang memiliki kemampuan di bidang pelestarian benda cagar budaya. Menyikapi kondisi demikian tentunya menjadi tantangan tersendiri, perlunya menyiapkan program diklat atau bintek yang dapat menghasilkan tenaga-tenaga pelestari benda cagar budaya di daerah otonom.

4. Publikasi dan penyebaran informasi

Dalam dunia maya yang dapat diakses melalui jaringan internet, nama Borobudur sudah menjadi ikon. Hal ini dapat dibuktikan ketika memanggil melalui search dengan password borobudur (atau kata-kata lainnya yang berkaitan dengan Candi Borobudur, misalnya stupa, relief, buddha, dan sebagainya) maka berbagai tulisan dan informasi tentang Candi Borobudur sudah disajikan oleh berbagai web site, home page, atau portal, baik yang berada di Indonesia maupun di luar negeri. Bahkan kata borobudur tidak hanya berkaitan dengan Candi Borobudur saja tetapi juga berkaitan dengan nama hotel, travel biro, rumah makan, dan sebagainya. Ini semua menunjukkan dan memiliki makna bahwa Borobudur sudah mendunia melalui jaringan dunia maya atau internet. Oleh karena itu sangat strategis jika publikasi dan penyebaran informasi tentang Candi Borobudur melalui jaringan internet semakin dioptimalkan (lihat/buka: www.konservasiborobudur.org).

Dengan memanfaatkan secara optimal web site maka informasi tentang Candi Borobudur dengan berbagai bentuk upaya pelestariannya dapat disebarluaskan melalui jaringan internet. Lebih-lebih Candi Borobudur sebagai salah satu karya besar bangsa Indonesia yang mengandung berbagai ilmu pengetahuan ibarat sumur yang tidak pernah kering untuk diambil airnya. Selain itu melalui jaringan internet berbagai hasil studi dan kajian yang berkaitan dengan konservasi benda cagar budaya dapat dipublikasikan sehingga dapat diakses oleh masyarakat umum.

Publikasi dan penyebaran informasi tidak hanya melalui jaringan internet tetapi juga tetap memanfaatkan media publikasi, antara lain dalam bentuk buletin/jurnal, penerbitan buku, website, film dokumenter, pameran, dan sebagainya. Dengan melalui berbagai media maka masyarakat akan mendapatkan berbagai bentuk informasi tentang Candi Borobudur dan hal-hal yang berkaitan dengan upaya pelestarian benda cagar budaya.

5. Kerjasama antar pihak

Pada prinsipnya upaya pelestarian terhadap tinggalan budaya, dalam hal ini adalah benda cagar budaya, tidak dapat hanya dilakukan oleh satu pihak, tetapi harus sinergis antar pemangku kepentingan (stakeholder), yaitu pemerintah, masyarakat, LSM, kalangan akademik, dan pihak-pihak terkait lainnya. Lebih-lebih Balai Konservasi Peninggalan Borobudur yang mengemban Tupoksi melaksanakan pemeliharaan Candi Borobudur sebagai Warisan Dunia, melaksanakan studi/kajian di bidang konservasi, serta melaksanakan pembinaan dan pelatihan tenaga teknis konservasi, maka kerjasama dan koordinasi dengan para pemangku kepentingan menjadi salah satu kunci keberhasilan.
Kerjasama dan koordinasi dengan berbagai pihak terkait tidak hanya dalam perspektif pemeliharaan dan pengelolaan Candi Borobudur, tetapi juga untuk meningkatkan mutu hasil studi dn kajian di bidang konservasi. Oleh karena itu kerjasama dengan kalangan akademis dan perguruan tinggi perlu dibina dan dikembangkan, sehingga dapat terjalin hubungan kemitraan dalam mengembangkan studi dan kajian serta metode-metode baru dalam bidang konservasi.

Arah Kebijakan

Untuk mengembangkan lima pilar seperti yang sudah diuraikan di atas, maka Arah Kebijakan yang sudah disusun adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan pengelolaan Candi Borobudur sesuai dengan prinsip-prinsip
Warisan Dunia
2. Mengoptimalkan penelitian-penelitian terapan yang berkaitan dengan
konservasi benda cagar budaya
3. Mengoptimalkan peran laboratorium agar lebih dapat berdaya guna untuk
kepentingan pelestarian benda cagar budaya
4. Meningkatkan kerjasama dengan Perguruan Tinggi dan lembaga terkait
baik nasional maupun internasional dalam bidang konservasi
5. Mengembangkan metode konservasi benda cagar budaya
6. Menyelenggarakan pelatihan bidang konservasi benda cagar budaya
7. Mengoptimalkan publikasi tentang Candi Borobudur dan benda cagar
budaya lainnya kepada masyarakat
8. Meningkatkan kemampuan SDM bidang pelestarian benda cagar budaya

Catatan Akhir

Dari uraian di atas dapat teridentifikasi bahwa ada empat tantangan ke depan yang dihadapi oleh Balai Konservasi Peninggalan Borobudur, yaitu:

1. Peningkatan pelestarian Candi Borobudur
2. Peningkatan hasil studi / kajian bidang konservasi
3. Peningkatan kualitas SDM bidang konservasi
4. Peningkatan membangun jejaring kerjasama

Jika empat tantangan tersebut justru dijadikan sebagai peluang sekaligus sebagai penghalang (barrier) untuk peningkatan kinerja, maka alternatifnya adalah perlu dijembatani dengan kegiatan-kegiatan yang strategis sehingga Visi Balai Konservasi Peninggalan Borobudur yang sudah dicanangkan dapat tercapai. •

3 komentar:

Wow lengkapbanget penjelasan tetnang Borobudur, saya terkesima untuk yang kedua kalinya ketika melihat Borobudur....All be back soon..

Resort anda Spa, Jimbaran Bali, Gadget, cake tips decoration

saya pernah berkunjung kesana 1 kali gan....pertama ngeliat langsung takjub

aktifitas bayi

sekarang batu batunya banyak yang pecah gitu ya gan?

jaringan internet cepat

Posting Komentar